Monday, May 23, 2016

Beza bahasa Melanau dan Melayu


Photo: Muzium Melanau Sapan Puloh

Sering kali terdapat salah faham yang mengatakan bahawa bahasa melanau itu merupakan dialek atau cabang bahasa melayu. Istilah melanau melayu sering kali digunapakai. Sebenarnya tangapan begitu kurang tepat.

Dalam penulisan ini, Learn Melanau ingin mengupas persoalan dan perbezaan antara bahasa melanau dan bahasa melayu. 

Adakah Bahasa Melanau cabang bahasa melayu? 

Jawapannya tidak. Bahasa Melanau tergolong dalam rumpun North Borneo dan Bahasa Melayu dalam rumpun Malayo-Chamic.
 
Fakta yang menarik, bahasa Iban merupakan bahasa yang serumpun dengan bahasa Melayu yakni dalam Rumpun Malayic dan Bahasa Bintulu (Vaie) bukanlan bahasa melanau tetapi dalam rumpun North Sarawakan.

Source: Ethnologue

Mengapa bahasa melanau mengunakan banyak istilah bahasa melayu? 

Seperti yang kita ketahui, bahasa melayu merupakan lingua franca di seluruh pelusuk asia tenggara. Bahasa melayu merupakan bahasa perdangangan dan banyak mempengaruhi bahasa-bahasa tempatan. Sebagai contoh bahasa Tagalog di Filipina menggunakan sekitar 3200 perkataan melayu dalam kosa katanya.

Bangsa melanau yang juga merupakan pelayar dan pedagang utama di rantau asia tenggara, meminjam kosa kata bahasa melayu dan di"melanau"kan untuk tujuan perdangangan harian mereka dan untuk menerangkan konsep dunia melayu yang asing buat orang melanau.

Tiada sapaan waktu dalam bahasa melanau. 

Dalam memulakan perbualan, sapaan merupakan pembuka bicara yang sering digunakan. Dalam bahasa melanau tiada istilah selamat pagi, selamat petang, dan selamat malam digunakan. Sapaan sebegini merupakan pinjaman dari budaya melayu.

Sapaan (Muwueng) dalam bahasa melanau lebih berbentuk gurauan (Selurok), bidalan (Tidak/ Perambahan), atau omongan terhadap kerja yang tengah dilakukan.

Contoh:
Menyapa seseorang yang tengah menjemur kain:

"Puwei gak dibak pala ji kaau giyen". (Berjemur dibawah mentari rupanya kamu disana). 

Menyapa seseorang yang berjalan membawa barang runcit ditangan:

"Mengasi kawak idak ji wak nasui nou yen" (Banyaknya barang yang dibawa itu). 

Tiada ungkapan "Terima kasih".

Kebanyakan bahasa-bahasa di borneo khususnya bahasa melanau, konsep berterima kasih dengan ungkapan "Terima Kasih" merupakan konsep yang dahulunya amat asing.

Ungkapan "Terima Kasih" merupakan ungkapan yang diperkenalkan budaya melayu kepada masyarakat borneo.

Ini tidak bermakna bahawa bangsa melanau tidak tahu berterima kasih, cuma bagi bangsa melanau, perasaan terhutang budi ataupun berterima kasih tidak mencukupi dengan sekadar ungkapan.

Memandangkan bangsa melanau pernah tinggal dalam satu rumah besar, budaya bahawa setiap ahli masyarakat perlu menambah apa yang kurang dan membantu sama lain dilihat sebagai perbuatan yang fitrah dan lazim.

Konsep membalas kebaikan orang lain pada masa jikalau ada kemampuan merupakan cara tersendiri orang melanau berterima kasih.

Konsep ini tersimpul dalam ungkapan lama melanau:


Enda bei inou bak idok kou gak nou ajau, menyabek asek ipok siewlah tuwa

Tiada apa yang saya boleh berikan sekarang, memohon kasihan Ipok (Semangat alam) dahululah kita berdua. 

Apabila orang melanau melihat orang ingin berbaik kepadanya, ungkapan sebegini sering diucapkan.

"Kak un kaau gagau"- Janganlah kamu susahkan diri

Konsep "Fikir"

Konsep memisahkan akal fikiran dan perasaan merupakan konsep yang dibawa oleh bangsa melayu.

Dalam dunia melanau, akal fikiran dan perasaan merupakan satu zat yang tidak boleh dipisahkan kerana akal boleh mempengaruhi perasaan dan perasaan juga boleh pengaruhi akal. Penyatuan akal dan perasaan ini dirumuskan sebagai istilah "Naseng".

Oleh yang demikian, jikalau orang melanau ingin bertanya pendapat seseorang, orang tersebut akan ditanya tentang "Naseng" nya:

Betan tan naseng nou? Apakah rasa "Naseng" awak? ( Apa fikiran kamu?)

Dalam budaya melanau, berfikir ( melanau: Pikir) dilihat sebagai sesuatu yang tidak baik. Lazimnya orang melanau melarang orang yang kuat sangat befikir

Kak jed angai pikir- Janganlah kuat sangat berfikir

 kerana perbuatan ini boleh menimbulkan was was dan menganggu perjalanan pekerjaan harian dan juga menganggu  "Naseng" (Pedeh Naseng).


Sunday, May 22, 2016

Bulan Pengesiseang (The Month of the Gills)

Bulan Melanau.012

Description

This month coincides with the month of February.

Timing

The strong wind brings heavy rain and blows the flowers off from the trees as well as uproots the trees. The flood waters bring them to the sea.

Logs floating in the sea are pushed ashore by huge waves to the beaches. The strong wind blows the branches and fronds of the coconut and sago palms as well as the leaves of the other trees making them open up to look just like the gills of the fish. As such, this month of strong winds and rain is so named. This marks the end of the year for the Melanau.

Events

no significant event happen in this month.


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Bulan Pemalei (The Month of Taboo)

Bulan Melanau.011

Description

This month coincides with the month of January.

Timing

Legend has it that in ancient times, a great shaman was killed by his wife and his head was chopped off. However, the head disappeared from the house and it became the Taboo Star. This month is named the month of the killing of the great shaman of ancient times. This marks the eleventh month.

Events

All activities of the Melanau is tabooed during this month. Marriage is not allowed and so are the activities of livelihood, such as fishing, planting, house construction and everything else. This month is regarded as a month of ill fortune by the Melanau.


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Bulan Penangaih (The Month of Revival)

Bulan Melanau.010
Photo by : Ahmed El-Araby

Description

This month coincides with the month of December.

Timing

It is a time when the rains come to allow the flowers to blossom and the fruits to bear in the jungle and the forest. This marks the tenth month.

Events

no sigificant event happen in this month.


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Sunday, May 15, 2016

Bulan Pidai (The Month of the Discoloured Skies)

Bulan Melanau.009
Photo by: Ma Poupoule

Description

This month coincides with the month of November.

Timing

This is the beginning of the monsoon season (suloh). Strong winds begin to blow, shifting the location of the sun and the moon. The Melanau calls it the South East Moon (Bulan Tenggara). This marks the ninth month.

Events

It is the end of the fishing season for the Melanau. It is the last time that the fishermen can go out to sea for the year and only the brave would dare venture out stealthily to fish.

In the morning, the sea will be calm, but by afternoon, waves will be at its biggest, thus any fishermen who dare venture out will have to return before afternoon.

source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Bulan Suwah (The Month of the Waves)

Bulan Melanau.008

Description

This month coincides with the month of October.

Timing

During this month, the ground will seem to grow and rise like waves. This marks the eighth month. According to Melanau belief, this is caused by the fish swimming back to the ocean and their fins appear to be like waves swimming out.

Events

This is the third and final fishing season for the year for the Melanau. This is also the time for the Melanau to start planting rice and sago palm as well as other crops. In Melanau tradition, they say that such as the earth grows well so will the crops that they plant.


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Bulan Pelepak (Month of Plentiful)

Bulan Melanau.006

Description

This month coincides with the month of August.

Timing

The Three Star takes over from the Seven Sisters and rise high in the sky. The wind drops and the sea is calm. The fish begin to come out and play. This marks the sixth month.

Events

It is time for the second fishing season where the catch will be bountiful and the fishermen will enjoy fishing and will have plenty of fish to prepare for the forthcoming monsoon season , which will be long and when no work can be done due to the wind and heavy rain.

This plentiful fishing season will last until the beginning of Bulan Pegalan (September).


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Sunday, May 8, 2016

Mepak (Kiss feeding): Melanau motherly love

Photo by: Stefan

This is a melanau saying about Mepak:

Yen ji tileang a tina gak aneak,
Tenguan a debei keman,
Tenguan yen kawak sien mepak aneak,
Mepak tapak a debei nyaheak,
Enda lawuih madak aneak nyaheak. 

Which roughly translated:
A motherly love is when she is willing to kiss feed her infant during her meal and let her infant go full feed first.

Mepak is the act of chewing food for the purpose of physically breaking it down in order to feed a baby.

This is a traditional way to feed a baby used for generation by melanau mothers.

For western people and younger generation, Mepak may be alien to them but this is actually one of the most ancient practice for feeding a baby and perhaps the most natural way.

For instance, in the Ancient Egyptian medical papyrus, a mother was instructed to give medical remedy to a child through Mepak.

Tuesday, May 3, 2016

Bulan Pegalan (Month of the North Star)

Bulan Melanau.007

Description

This month coincides with the month of September.

Timing

The sea will be very calm but there will be little fish to catch as it is the time for the fish to spawn. This month is called the month of Pegalan because this is the time when the Pegalan (North) Star is high in the sky at the hour of six at eventide. This marks the seventh month.

Events

Legend has it that this is the month when the Melanau finds it difficult to swallow their saliva i.e. difficult to look for food. During this month, the Melanau would avoid getting married at all cost as the marriage would be cursed in that they will find it difficult to make a living.


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Bulan Paka Ayeng (The Month of the Rise of the Greater Stars)

Bulan Melanau.005
Photo by : EarthSky

Description

This month coincides with July. 

Timing

The Seven Sisters rise high in the sky and the Three Stars appear lower in the sky. The wind is of gale force.This marks the fifth month.

Events

All farming and fishing activities ceases totally for the whole of this month as it is not possible for them to go out to the jungle or to sea due to the strong winds. This will last until the month of Pelepak (August) or the sixth month.


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Bulan Paka Umik (The Month of the Rise of the Lesser Stars)

Bulan Melanau.004

Description

This month coincides with the month of June.

Timing

The Seven Sisters appear in the skies. The West Wind blows strong to arrange the stars in the sky. This marks the fourth month.

Events

It is time for the Melanau to go to the jungle/forest and begin their work for the planting season. They will start to cut the big trees and vines as well as plant their crops. The farmers will continue their jungle clearing work until the beginning of the next month, Bulan Paka Ayeng (July).


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Saturday, April 23, 2016

Kaul vs Pesta Kaul: Ritual Adat atau sekadar Pesta Budaya?

Bapa Kaul is raising the Seraheng. Photo by Persatuan Melanau Mukah

Pada hari ini ingin Learn Melanau kongsikan pendapat seorang pelestari adat melanau, saudara Eduine Kusai, mengenai hala tuju Kaul Serahang Kakan dan Pesta Kaul yang diraikan sebagai acara tahunan di Mukah.

Bacalah dengan teliti dan hati yang terbuka. Learn Melanau berharap agar pembaca dapat menilai erti sebenar dan kehalusan budaya melanau sebagai tanda ketamadunan bangsa yang sudah sekian lama melahirkan generasi bijak pandai zaman berzaman:

Pembuka Kata

Mohon izin admin untuk saya berkongsi : Memandangkan isu kaul begitu hangat di ruangan ini, betapa saya baru menyedari betapa ramainya anak-anak Melanau yang masih begitu mencintai dan menjunjung adat budaya bangsa sendiri.

Warisan berzaman pusaka nenek moyang ini telah kita warisi sejak sekian lama, pernah hampir pupus suatu ketika (mungkin sdr Sapan Puloh) masih ingat apabila intipati adat kaul yang sebenar iaitu Seraheng Kakan dibawa di dalam lori kerana motif penganjuran adalah keramaian, bukan entiti adat seperti yang begitu hebat dan hangat diperkatakan disini.

Hal yang sama berterusan pada tahun-tahun berikutnya sehingga pernah Bapak Kaul (adat) menangis di Kuala Mukah dengan kehadiran hadirin tidak sampai 50 orang.

Mungkin Pn Diana Rose masih ingat "matai pu'un akou mudei neh, kaul telou Melanau kak matai".(bukan Kaul Mukah secara langsung). Tetapi timbul pula persoalan di benak ini, apakah yang cuba kita pertahankan sekarang, adat itukah atau pengisiannya?

Tradisi itukah atau kemeriahannya? Budaya warisan itukah atau persembahan yang berlatarkan budaya semata? Kaul itukah atau pesta? Mungkin komen saya sedikit lari dari isu pokok sekarang, tetapi saya ingin menarik perhatian anak-anak Melanau untuk memahami tentang adat budaya bangsa, tentang apa itu Kaul dari konteks adat (sekiranya fokus hujah kita adalah atas dasar adat) Saya bukan pengkaji, bukan juga pemimpin, tetapi yang saya ingin kongsikan adalah dari konteks atau sudut pandang pelaksana adat.

Intipati kaul yang dilupakan

Seperti yang pernah saya suarakan banyak kali sama ada melalui wadah FB, mahupun secara bersurat kepada pihak-pihak berkaitan atau cadangan-cadangan melalui kertas kerja yang pernah antaranya menjadi resolusi Kaul Mukah, fahami beza antara Kaul dan Pesta, antara ritual dan persembahan.

Jika kita berdebat sekarang tentang adat dan budaya, maka seharusnya kita menyedari bahawa apa yang menjadi intipati kepada "Kaul Mukah" sebenarnya telah berlalu dengan jenama tersendiri dalam paksa kita relakan demi kelestarian apa yang sebenar-benarnya adat iaitu "Kaul Seraheng Kakan" pada 9 April lalu (sama ada kita sedar atau tidak).

Tetapi seandainya kita sekarang membicarakan tentang kemeriahan dan keseronokan, keindahan dan kecantikan, keasyikan dan tarikan, dari aspek pengisian atau paparan dengan berunsur budaya (sekadar unsur), maka sebenarnya yang kita pertahankan itu adalah "pesta". Itu dari sudut pandang saya secara peribadi tetapi asasnya adalah adat dan budaya.

Isu Kaul UiTM

Maka dari situ, saya boleh rumuskan, biarkan UITM dengan pestanya tetapi pengisiannya tidak menjadi suatu kesalahan jika memasukkan simbolik tradisi kaul, jangan "Kaul". Ada implikasi yang perlu dilihat dari konteks itu. Namanya pula boleh dipinda disesuaikan rencana sebenar, contohnya "Pesta Budaya UITM". Tetapi seperti yang saya katakan tadi, pengisiannya mengapa tidak persembahkan pintomin ritual kaul, atau boleh saja digubah satu taridra berkaitannya.

Penggunaan seraheng juga tidak salah, tetapi hanya sekadar "seraheng gap", bukan kakan. Perlu juga diingat, UITM mempunyai kualanya sendiri, "Kuala Petian", maka biarlah Kuala Mukah dengan Pesta Kaul Mukah.

Tiada Kaul tanpa ritual Seraheng Kakan

Tetapi dalam pada itu, saya juga sebenarnya kurang bersetuju dengan jenama Pesta Kaul Mukah, sebaliknya saya berpegang kepada konsep tiada Kaul tanpa ritual Seraheng Kakan. Maka saya pernah mencadangkan supaya pesta itu dijenamakan semula dengan mengugurkan "Kaul" contohnya jadikan sebagai Pesta Mukah, Pesta Budaya Melanau, atau lebih baik tetapkan terus pada 1 Mac bersekali dengan ulang tahun Mukah diisytihar menjadi bahagian.

Standing the Seraheng. Photo by Persatuan Melanau Mukah

Namun yang Kaul sebenar Kaul Mukah dari konteks adat biarlah berterusan dengan amalan sedia ada. Saya bukan pesimis dalam perkara ini, tetapi betapa saya menyedari bahawa sejak sekian lama berada di sebalik Kaul Mukah atau pernah dikenali sebagai Kaul Tugek, dan terkini dipinda buat sekian kalinya bagi menjamin kelestarian budaya sebagai Kaul Seraheng Kakan, elemen yang lebih menjadi tumpuan adalah pengisian pesta, bukan adat seperti yang diperkatakan sekarang.

Asal usul Kaul Kala Mukah

Mestikah kaul itu kita rujuk dan kaitkan dengan pantai, mungkin ya, tetapi sesiapa yang beranggapan sedemikian sebenarnya salah (atau mungkin saya yang salah). Kaul Kuala Mukah pada asalnya adalah Kaul Bateang Pededak (kawasan air berbual seperti air mendidih di hulu Sungai Tellian : sumber lisan dan warisan). Ipuk yang diseru pula adalah "ipuk guun, ipuk kayou, ipuk lie'ak, ipuk liduok, ipuk jakak, ipuk pegak, ipuk tanak".

Bapa Kaul recites prayer. Photo by Persatuan Melanau Mukah
Hanya apabila masyarakat Melanau mula terlibat dan mempunyai hubungan langsung dengan laut, yakni menjadi nelayan, maka sedikit demi sedikit ritual itu bergerak seiring arus mengalir menuju ke kuala dengan kepercayaan kuala sebagai titik atau pusat pertemuan unsur-unsur alam.

Mungkin kita pernah mendengar nama-nama seperti Tua Kapuong Kadir, Tua Kapuong Abun, Tua Kapuong Dawi, kemudiannya diwarisi oleh Tua Kapuong Eward (Penghulu), Tua Kapuong Abdul Hamid, kemudiannya diwarisi oleh Penghulu Brahim Jack, Tua Kapuong Petran, Tua Kapuong Manduri, Tua Kapuong Haji Medahal (pemegang kepimpinan di sepanjang Sungai Tellian), sekadar menyebut beberapa nama utama (ramai lagi AJK yang pada waktu itu dikenali sebagai "kunsil kapuong") mempunyai kuasa pemutus kepada penetapan tarikh Kaul (bukan pesta).

Saya ingin kita memperbetulkan kefahaman bahawa "kaul itu pantai atau kuala" adalah salah sebaliknya mahu agar diterapkan (bagi yang benar-benar berbicara atas adat) "kaul itu seraheng kakan". Sekiranya kita melihat konsep kaul secara meluas, maka tanggapan bahawa "kaul dan pantai berpisah tiada" adalah salah.

Sebagai contoh Kaul Penakub, Kaul Medong, Kaul Klid/Plajau, Kaul Sungai Kut (sekadar membariskan kaul-kaul yang menurunkan Seraheng Kakan) bukanlah lokasinya di tepi pantai.

Kebenaran di sebalik pulang ke kampung demi kaul

"A jauk bak pulek bak kaul". Ini satu lagi perkara yang sering saya persoalkan tetapi bukan mempertikaikan. Adat dagang berbalik pulang, tahniah!! Ternyata anda bukan dari kategori orang yang lupa daratan, lupa warisan, lupa asal. Tetapi apabila "kaul" dijadikan sebagai sandarannya, saya lebih melihat kepulangan itu adalah kerana pesta, bukan kaul.

Tetapi ia bukanlah suatu kesalahan, kesempatan yang seharusnya tidak boleh dipersia-siakan untuk bertemu sanak saudara yang kebetulannya juga pulang ke kampung halaman (alasanya sama "pulek bak kaul").

Tetapi dari sudut yang terperosok jauh nun di pinggir kuala, saya bertanya sendiri

ramai tenawan tapak, bas penok, hotel penok, parking gai lubeang parit un nda agei ji, tapi gaan delouyen itou?" Bisikan halus ipuk menggoncang gegendang telinga dan katanya (kalaulah benar) "abak, gak teang, pegui isak, pegui dageng. 

Nahhhh....dimana yang pulanginnya mau kaul, langsung pesta melulu. Dari itu, perbetulkan kefahaman kita berkenaan dengan kaul dan pesta.

Menkomersialkan Kaul sehingga hilang intipatinya

Pesta penjana ekonomi. Ya, tepat dan benar. Cuma jangan pula dalam keghairahan kita mencari rezeki, mengenepikan adat budaya (dalam konteks kaul), sebaliknya mempersoalkan mengapa tiada kaul, yang sebetulnya mengapa tiada pesta. Kerana apa, kerana tarikan komersialnya.

Lantaran itu, jika pun bakal berlangsung keramaian berskala besar di Mukah (bukan lagi isu kaul di UITM) kemudian daripada ini, maka namanya hendaklah menggugurkan "kaul". Seperti yang saya cadangkan terdahulu, namakan sahaja sebagai Pesta Mukah.

Rasional initpati Kaul dipertahankan

Rasionalnya adalah apabila orang-orang yang mengetahui tentang adat budaya tetapi kurang memahaminya mula berdebat dan berbicara. Mereka langsung rasa terhina (atau mungkin perasaan seumpamanya) kerana merasakan adat budaya nenek moyang mereka dipermainkan, diperlekehkan, diperkecilkan, diperkotak katikkan.

Identiti Melanau yang kuat dalam diri mereka marak bak api membakar lalu perdebatan pun bermula, ke mana teraju kepimpinan, di mana pejuang budaya dan seribu satu persoalan yang sebenarnya jawapan di depan mata tetapi sengaja bertanya.

Bilakah bermulanya Kaul sebenar?

Tetapi "kita" lupa bila kaul yang sebenarnya, kaul yang kita gahkan identiti adat warisan itu berlangsung. Ternyata "kaul" telah dikaburi dan dibayangi oleh PESTA, itu yang menjadi pokok, menjadi isu, PESTA, bukan KAUL.

Kaul bagi pelaksana adat, mungkin juga hanya saya dalam konteks ini, berlangsung sebaik sahaja gong dipalu seawal jam 6 pagi pada pagi hari upacara penghantaran Seraheng Kakan dan tamat pada jam 6 petang dimana tamatnya pantang bagi yang berpantang, dipendekkan daripada 3 hari yang sepatutnya).

Mungkin sdr Sapan Puloh masih ingat dan bersetuju bilamana cadangan agar hak ekslusif Kaul Mukah di wartakan sebagai milik warisan pelaksana Kaul Seraheng Kakan dari Kampung Tellian. Tetapi, Mukah milik Mukahan bukan sekadar Tellianese. Tetapi kita ada rasionalnya, yang "mengaul Kala Mukah" itu dari Tellian (bersama penduduk-penduduk Mukah sudah pasti) tetapi yang memeriahkan pesta itu Penduduk Mukah (warga Tellian tak terkecuali).

Sebagai renungan kita bersama

Kalau saya kongsikan disini mungkin boleh menjadi sebuah buku, isu, persoalan, perdebatan, maruah, air mata, malah kenangan mungkin juga cinta dalam hampir 20 tahun berada di sebalik Kaul (bukan PESTA).

Malah mungkin lebih "berat" daripada isu KAUL@UiTM, malangnya tiada medan seumpama ini untuk kita membicarakankan. Tapi andai isu itu timbul sekarang dan dipaparkan di wall individu atau kumpulan, saya pasti Kaul tidak akan mendapat sokongan seperti yang anak-anak Melanau pertahankan hari ini. Mungkin masih ada yang ingat, sayangnya tiada dokumentasi.

Akhirnya, saya mohon post ini diterima hanya sebagai curahan pandangan, bukan isu perdebatan. Saya mohon maaf andai ada pihak yang terasa, tetapi ini adalah hakikat dari sudut ADAT dan BUDAYA jika ia yang diperkatakan.

Photo by Sapan Puloh

Saya tidak membantah dan tidak juga menyokong kepada Kaul yang dikhabarkan bakal dilaksanakan di UiTM, tetapi seperti yang saya nyatakan, biarlah konsepnya diperhalusi dan diambil berat akan pandangan umum (pandangan berasas yang rasional). Sekiranya apa yang saya nyatakan tidak tepat, mohon maaf juga kerana mungkin ada yang lebih mengetahui, terutama penjelasan dari konteks adat budaya.

Penutup kata, Pencetus bicara

Saya mohon admin memadamkan post saya ini (mengeluarkan dari kumpulan jika dirasakan perlu) seandainya ia menimbulkan isu yang secara langsung membangkitkan pergolakan dalam kalangan anak-anak Melanau khasnya, dan warga Mukah secara keseluruhannya. Saya tidak mahu dan tidak ingin seandainya persoalan adat menjadi punca kepada saling menuding jari, saling mempersalahkan, malah saling berbalah dalam kalangan masyarakat beradat. Saya juga bukanlah pakar budaya, pakar adat, tetapi pandangan saya adalah ikhlas dari sudut adat itu sendiri walaupun mungkin tidak ada yang bersetuju.

Maka dengan itu, dalam kesempatan yang masih jauh direncanakan. Mengambil ruang waktu yang mana ahli-ahli di kumpulan ini ternyata masih punyai perasaan cinta akan adat budaya identiti bangsa Melanau.

Saya menjemput dengan iringan doa dan harapan agar kita panjang umur, sihat walafiat, di bawah nama JKTeKA dan secara peribadi, Yang Berhormat Ahli Parlimen, Yang Berhormat Ahli Dewan Undangan Negeri, Datuk-Datuk/Datin-Datin, Temenggung, Pemanca, Penghulu-Penghulu, Tua Kampung-Tua Kampung, Kapitan-Kapitan, Tuai Rumah-Tuai Rumah, tuan/tuan, puan/puan, hadir untuk sama-sama meraikan Kaul Seraheng Kakan pada tahun 2017 nanti. Tarikh Kaul bagi tahun berkenaan akan ditetapkan sepenuhnya oleh pihak JKTeKA dalam mesyuarat yang akan ditentukan kemudian dan pengisiannya adalah ritual ADAT BUDAYA dan perjamuan kesyukuran.

Jemputan ini adalah berdasarkan kepada prinsip melestarikan warisan adat semata-mata dan tidak melibatkan kepercayaan individu.

Sekian, terima kasih
Eduine Kusai

Thursday, April 21, 2016

Bulan Pengelawah Ayeng (The month of the Greater Clear Water)

Bulan Melanau.003
Photo by: Douglas Scortegagna

Description

This month coincides with the month of May.

Timing

The emerald greenish hue reaches the shore. This marks the third month. This is a time for the Melanau fishermen to catch as much fish to send home as well as store their catch.

Events

This is the peak of fishing season. Towards the end of this month, the sea will turn to greenish clear hue and the sea floor will be quite visible from the surface and as such it will be difficult to trap the fish in their nets or catch them with their hooks as the fish is said to be able to see through the fishermen intent during this time.

This marks the end of the first fishing season for them and the beginning of the fourth month, when the winds and rain will hinder all the fishing activities of the people.


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Wednesday, April 20, 2016

Bulan Pengelawah Umik (The Month of the Lesser Clear Water)

Buta biyaih
Photo by: Douglas Scortegagna

Description

This month coincides with the month of April.

Timing

During this month, it is said all the fish will come down to the sea as the sea will turn a greenish hue which is a call from the sea to the fish that it is time for them to surface. This marks the second month.

Events

For the Melanau, this is the time for the fishermen to go to the sea to catch fish. This marks the first fishing season for them.(During olden times, the Melanau fishermen are known for their ‘barong panau’, a fishing sailboat which could go out to sea for weeks on end.

These boats also double as traveling boats as well as for trading and fishing. Today, the ‘barong panau’ is extinct as there are none left skilled enough to build one. A picture of one can be found on one of the Brooke era postage stamp.)


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Bulan Pengejin (The Month of the Spirits)

Bulan Melanau.001
Photo by: Douglas Scortegagna

Description

This marks the beginning of the year and coincides with the Gregorian month of March.

Timing

During this month, it is windy and the rain comes down in light showers in the beginning. The wind will gradually become stronger and the sun will move northerly and the moon will replace the original location of the sun.

Fish will be plentiful in the forest and the jungle as they come out to search for food to be eaten and to be stored. After that, they will hide again in their holes.  This is a time when it is difficult for the Melanau to go out to work because of the strong wind, thus they will spend their time cleaning the tools and equipment of their trades.

Events

This is the time that they mark as the beginning of the year, the first month of Pengejin. At the end of this month, they will purify themselves and call the fish out from their lairs, from the beaches and the river mouths. This ceremony is called “Kaul” by the Melanau.

During this ceremony, they would construct the huge swing called “Tibou” and sing the tibou mantra during its construction, seeking the blessings of their guardian ‘gods’ for plentiful flowers, bountiful harvests of fruits and that there be plentiful fish in the sea for them and that illness and afflictions be removed and all evil to be return to their own place.

They will also send offerings called "Serahang" out to the sea to appease them and invite them to partake their feast with them. After the feast, all food and drink is left by the shore for the guardians and spirits to take with them. None is to be taken back for it it the feast for the spirits and guardians.


source: Disappearing culture

Note:
The calendar is a translation from handwritten notes of the ancient calendar given by the late Godfrid Albert Yaman @ Yaman bin Guan, who was also the founder of the Melanau Associations throughout Sarawak.

Tuesday, April 12, 2016

Anatomy of a seashore

Ulou

Photo by: Drew's Photo Shoots 

Melanau are renowned as seafarers and merchants, establishing trading routes with other ports along Sarawak's coastal areas and establishing trade with foreign empire such as majapahit and china.

They are reputed as some of the finest boat-builders and craftsmen. Hence it is natural that the sea (Daat) is their source of food and the costal region plays important part in their daily lives.

Today we are going to learn about parts of the seashore in melanau mukah.

Melanau English Remarks
Daat Sea The vast sea. Also known as "Alud"
Lisieang pedaat Nearshore Areas submerge by water when there is low tides. Literally: Seashore/ Pantai berlaut
Lisieang nai Foreshore The area of the beach that extends past the low tide level. Literally: Sandy shore/ Pantai berpasir
Teang Backshore The dry region only submerged during high tide or storms
Lisieang seg - The dry region where the high tide cannot reach. Boarder between the land and the shore. Literally: Grassy shore / Pantai berumput
Daya - The land

Anatomy of a tree

Ulou

Photo by: Aaron Escobar

Today we are going to learn about parts of a tree in melanau mukah.

Melanau English Deutsch
Amut Root die Wurzel
Pu-un lower trunk unterer Stamm
Usah trunk der Stamm
Da-an branch / twig der Ast / der Zweig
Da-un leaves das Laub
Ujuok shoot der Spross

Saturday, April 9, 2016

Video: Melanau Prayer for Kaul ( Doa Kaul Melanau)

Photo: Ipok Mask by Sapan Puloh

Kaul - celebrated in the Melanau month of Pengejin to thank the Ipok (spirits/guardians) for a bountiful year past and a prayer for a good year ahead.

The Melanaus belief is animistic and they believe that the world is protected and guarded by the various spirits, such as Ipok Guun (the guardian of the jungle), Ipok Talun (forest), Ipok Sungai (rivers), Ipok Pangai (wind), Ipok Daat (sea) and many more.

During this time, they would honour them for what they were given for the year and ask them for their good will for the coming year. They would sing their praises and thank them for the harvest given to them in the past and pray that they would grant them protection and give them a bountiful harvest in the year to come.
 



The text can be found at this post: CLICK HERE


Friday, April 8, 2016

Announcement of Kaul Serahang Kakan Kala Mukah 2016

The traditional Kaul (not the pesta kaul) mukah will be held on Sunday this april. Here is the video announcement:



Video: Eduine Kusai.

Uiii kelou dikakak wak bei lubeang likou
nyat umit lai mahou
itou saneang penghulu saneang pedengah saneang pengetaau
kaul kala mukah lau nem, 9 lau bulan 4 taun 2016
jam sedia pukul tujuk suap
kala mukah bah laan

Oh ye those who are here
Adult children man and women
This is saneang penghulu, saneang pedengah, saneang pengetaau*
Kaul kala mukah shall be held this sunday, 9th april year 2016
Early at 7 o clock in the morning
On the east of Kala Mukah 

* saneang is cymbal like instrument used during the announcement.


Photo: Rieya ramlee's stories


Thursday, April 7, 2016

Jahak vs Jegem: The colourful side of melanau mukah

Photo: Nelson's Adventure


Melanau mukah is one of dialect spoken mainly by the people in the administrative district of Mukah.

Did you know that there is a subtle difference in melanau mukah spoken in the village near the headwaters (Ajok) e.g in Tellian with the melanau mukah spoken in the villages near the estuary (Abak) e.g. Tutus hilir.

In the past these villages are isolated and may at some point at war which each other, the type of melanau mukah they speak are very different.

Fortunately nowadays many melanau in Mukah befriend with each other and the differences in vocabulary are often misunderstood as synonym by the younger generation - Same meaning different word. But for melanau mukah outside Mukah like in Miri division, these differences are still evident.

Here are some examples:

Jahak vs Jegem (to be with/ with, malay: dengan, bersama):

Abak: Jahak
Ajok: Jegem

Example:
Jahak / Jegem sai kaau mapun sibu? - With whom you are going to sibu?

Itou selau vs Ajau (now, malay: sekarang):

Abak: itou selau
Ajok: ajau

Example: Telou makau itou selau/ ajau! - We are going now!

Keman vs Kuman  (from , malay: dari):

Abak: Keman. Also means to eat.
Ajok: Kuman

Example: Keman/ Kuman gan kaau yen? - We are you from?

Dagen vs Lubeang  (inside , malay: dalam):

Abak: Dagen
Ajok: Lubeang

Example: Inou dagen/lubeang  yen? - What is inside here?

Ganjil vs Gajil  (lazy , malay: malas):

Abak: Ganjil
Ajok: Gajil

Example: Ganjil/ Gajil tan rasa kou lau itou - I feel lazy today.

Mun vs Amun  (if , malay: kalau):

Abak: Mun
Ajok: Amun

Example: Mun/Amun kaau mapun kedai, melei segerit gak kou - If you are going to shop, buy me  cigarette.

Enda bei vs Nda bei  (do not have , malay: tiada):

Abak: Enda bei
Ajok: Nda bei

Example: Enda bei/ Nda bei duit kou. - I dont have any money.

Ji an vs Kutan  (how , malay: bagaimana):

Abak: Ji an
Ajok: Kutan

Example: Ji an/ Kutan tan itou? - How is it?

And finally this may cause some misunderstanding :p

Lulok vs Lulok  (to chase after/ to visit , malay: mengejar, melawat):

Akou lok melulok siyen.

Abak: Can mean to chase after OR to visit. Depends on the context. I want to visit him OR I want to chase after him
Ajok: Only means to chase after. I want to chase after him.

 

© 2013 Melanau. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top